Penyeimbang Hidup …

Penyeimbang Hidup …

Tuntutan pekerjaan seringkali membuat kita kehilangan waktu untuk keluarga, teman-teman lama, bahkan saat merenung bagi diri kita sendiri. Padahal kehidupan haruslah seimbang. Seimbang membagi waktu untuk pekerjaan, keluarga dan diri kita sendiri agar kehidupan menjadi harmonis.


Blog ini adalah tempat saya mencoba menyeimbangkan hidup, kelas tempat saya kembali belajar menulis, sanggar tempat saya kembali ke masa kecil, saat saya sangat senang membuat coretan-coretan kecil diselembar kertas usang bekas pembungkus belanjaan ibu saya …

Rabu, 06 Oktober 2010

Kamu Boleh Punya Cita-Cita Apa Saja, Asal Jangan Masinis, Ya Nak ...



 "Naik kereta api, tut..tut..tut..siapa hendak turut, ke Bandung...Surabaya, Naiklah engkau dengan percuma, Ayo kawanku lekas naik, keretaku tak berhenti lamaa..",

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sore itu, kebetulan hari libur dan saya gak kebagian jatah piket mingguan dikantor, saat saya sedang bermain dengan anak-anak saya, Niken dan Hani...iseng saya tanya cita-cita mereka. Saya mulai dari si kecil dulu, Hani,”Dede kalo udah besar mo jadi apa ?”, “Dokterrrrr....!!!”, jawab si kecil bersemangat....

“Wahhh..hebat, dokter Hani yaaa...kenapa emangnya koq Dede mo jadi dokter?”, “Biar bisa urus mama,papa sama teteh kalo sakit..”, jawab Hani dengan ekspresi lucunya seperti biasa...ha..ha..ha...bagus..bagus..

Setelah itu saya beralih ke Niken yang dari tadi cuma senyum-senyum aja denger jawaban-jawaban dari adiknya, “Kalo teteh mo jadi apa nanti kalo sudah besar?”,”Guru..”, jawab Niken malu-malu dan wajah penuh senyum ...

“Wahhh..keren, mo jadi guru kayak Bunda Sahla ya ?”,  jawab saya, dan seperti biasa Niken hanya senyum-senyum...hmmm kakak beradik ini memang beda banget, yang kecil nggak bisa diem, PD habis n sedikit SKSD hehehe...sementara si teteh lebih kalem, pendiam dan pemalu.

 Yang pasti apapun cita-cita kalian,mimpi kalian, mama dan papa pasti akan selalu mendukung dan berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkannya, walo pun harus pergi pagi pulang malam dan saling berjauhan, karena semua hal memang berawal dari mimpi¸ asalkan bukan mimpi jadi masinis.

Saya melarang bukan karena profesi masinis adalah profesi yang dibenci Allah, bukan juga karena profesi itu bersifat kriminal, tapi karena profesi ltu lebih besar resikonya daripada penghasilan yang didapat.

Lihat saja setiap kecelakaan kereta api yang terjadi di Indonesia, selalu beralasan “Human error” dan bisa dipastikan disusul dengan penetapan sang masinis sebagai tersangka dan terancam masuk bui, karena dianggap lalai dalam melaksanakan tugas yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, padahal bukan nggak mungkin sistem perkerataapian kita yang memang sudah harus dibenahi. Tapi memang sikap ksatria, mengakui kesalahan dan mengundurkan diri dari jabatan tanpa mencari kambing hitam belum membudaya di negara kita.

Jadilah nasib masinis seperti peribahasa “Sudah jatuh, tertimpa tangga pula”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komenin ya ? ya..? ya..?