Penyeimbang Hidup …

Penyeimbang Hidup …

Tuntutan pekerjaan seringkali membuat kita kehilangan waktu untuk keluarga, teman-teman lama, bahkan saat merenung bagi diri kita sendiri. Padahal kehidupan haruslah seimbang. Seimbang membagi waktu untuk pekerjaan, keluarga dan diri kita sendiri agar kehidupan menjadi harmonis.


Blog ini adalah tempat saya mencoba menyeimbangkan hidup, kelas tempat saya kembali belajar menulis, sanggar tempat saya kembali ke masa kecil, saat saya sangat senang membuat coretan-coretan kecil diselembar kertas usang bekas pembungkus belanjaan ibu saya …

Sabtu, 18 September 2010

Cimahi oh Cimahi ...

"Cimahi, sebuah kota kecil dipinggiran kota Bandung, yang beberapa tahun terakhir menjadi begitu dekat di hati, bukan hanya karena kotanya yang tenang dan berhawa sejuk, tapi juga karena adanya part of me di kota tersebut yang menggelitik keinginan untuk mengetahui lebih jauh sejarah kota tersebut".
------------------------------------------------------------------------------------

CIMAHI adalah sebuah kota kecil di pinggiran kota Bandung, dahulu merupakan bagian dari Kabupaten Bandung, yang kemudian ditetapkan sebagai kota administratif pada tanggal 29 Januari 1976. Pada tanggal 21 Juni 2001, Cimahi ditetapkan sebagai kota otonom. Kota Cimahi terdiri atas 3 kecamatan, yang dibagi lagi atas 15 kelurahan, memiliki catatan sejarah yang kental dengan kehidupan militer. Pada masa kolonial, kota ini dikenal sebagai salah satu Kota Garnisun.

Kawasan Cimahi dan sekitarnya sudah mulai tumbuh sebagai wilayah yang hidup setidaknya sejak abad 17. Kemungkinan besar pada masa itu wilayah Cimahi dan sekitarnya menjadi kawasan perkebunan yang subur dan ramai oleh transaksi perdagangan hasil bumi.

Salah satu bukti yang menunjukkan keberadaan perkebunan berikut transaksi ekonomi yang mengikutinya di Cimahi adalah mata uang kuno yang tersimpan di Museum Bank Indonesia. Mata uang itu teruat dari bahan bambu dan sepertinya mata uang ini hanya berlaku di Cimahi dan wilayah perkebunan di sekitarnya.

Cimahi mulai dikenal ketika pada tahun 1811, Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels membuat jalan Anyer-Panarukan, Pada waktu pembangunan Jalan Raya Pos dari Anyer itu sudah mencapai wilayah Bandung, pemerintah kolonial memutuskan untuk membangun sebuah pos penjagaan (semacam loji) di Cimahi, persisnya di sekitar Alun-alun Cimahi sekarang.

Tahun 1874–1893, dilaksanakan pembuatan jalan kereta api Bandung-Cianjur sekaligus pembuatan Stasiun Cimahi. Pembangunan rel kereta api antara Bandung dan Cianjur ini makin menghidupkan kota Cimahi. Jalur rel kereta yang melintasi Cimahi itu menjadi salah satu alasan pembangunan Stasiun Kereta Api Cimahi, salah satu stasiun kereta tertua di wilayah Jawa Barat. Pada periode yang hampir bersamaan, tahun 1886 pemerintah kolonial juga membangun pusat pendidikan militer dan fasilitas penunjang lainnya, seperti Rumah Sakit khusus tahanan militer Tahun .Pada tahun 1935, Cimahi ditetapkan sebagai kecamatan.

Pembangunan instalasi militer itu menandai orientasi pertahanan kolonial yang lebih memerhatikan ancaman dari dalam ketimbang serbuan dari luar. Pembangunan instalasi-instalasi militer di Cimahi menandai perubahan orientasi itu. Selain Cimahi, pemerintah kolonial juga membangun instalasi-instalasi militer di Magelang dan Malang. Kota-kota inilah yang pada masa itu disebut sebagai Kota Garnisun.

Sewaktu pemerintah kolonial Hindia Belanda melansir rencana memindahkan pusat pemerintahan dari Batavia ke Bandung, Cimahi juga menjadi bagian integral dari rencana persiapan pembangunan ibukota pemerintahan yang baru.Cimahi kira-kira direncanakan sebagai kota satelit bagi ibukota yang baru. Secara khusus, Cimahi direncanakan sebagai pusat konsentrasi kekuatan militer kolonial. Pabrik senjata, Artillerie Constructie Winkel, mulai dipindahkan dari Surabaya ke Cimahi sejak akhir abad-19.

Tak hanya itu, di Cimahi juga dibangun Krijgsraad, semacam peradilan militer. Wilayah hukum Krijgsraad di Cimahi meliputi seluruh daerah Sumatera, Jawa, Bali, Lombok dan Kalimantan. Krijsraad ini yang memeriksa dan mengadili perkara pidana pada tingkat pertama terhadap anggota militer dengan pangkat Kapten ke bawah dan orang-orang sipil yang bekerja di militer.

Menjelang Perang Dunia ke-II, pemerintah kolonial juga menetapkan Cimahi sebagai pusat pelatihan militer bagi milis pribumi yang rencananya akan diperbantukan untuk menghadapi ancaman perang di Pasifik. Jepang lantas meneruskan rencana itu dengan menetapkan Cimahi sebagai pusat pendidikan bagi para instruktur militer (Seimen Dojo) yang akan diterjunkan untuk melatih para pemuda Indonesia.

Sewaktu Belanda kembali ke Indonesia pasca Proklamasi Kemerdekaan, Cimahi kembali digunakan sebagai basis persiapan bagi militer NICA. Di sana didirikan School tot Opleiding voor Parachusten (Pasukan Parasait atau Baret Merah) yang siswa-siswanya kelak menjadi pasukan garda depan dalam Agresi Militer ke-II di Jogjakarta.

Catatan sejarah seperti itu membuat Cimahi dimungkinkan menjadi salah satu kawasan yang banyak dihuni oleh orang-orang yang memiliki loyalitas cukup kuat pada Belanda. Tidak mengherankan jika Westerling memulai gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) dari Cimahi. Gerakan Westerling ini banyak diikuti oleh bekas tentara KNIL yang setelah terbentuknya Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) memilih desertir.

( Jurnal Nasional, Selasa, 25 Mar 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komenin ya ? ya..? ya..?